TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menanggapi Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2024 tentang Kemudahan Berinvestasi di IKN. Di dalam aturan yang ditandatangani Presiden Jokowi itu, salah satu pasalnya mengatur soal penggunaan pekerja asing beserta insentif seperti lama masa kerja hingga 10 tahun dan pembebasan dari dana kompensasi penggunaan TKA.
Pelaksana Tugas Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker, Rendra Setiawan, menyatakan lembaganya terlibat aktif dalam penyusunan PP tersebut. Dia memastikan tidak ada tumpang tindih aturan dan kewenangan antara Otorita IKN dan Kemnaker dalam pengawasan penggunaan TKA.
“Keterlibatan Kemnaker sudah berlangsung sejak perumusan PP 12 Tahun 2023,” kata Rendra dalam jawaban tertulis, Selasa, 20 Agustus 2024. PP 12 Tahun 2023 merupakan aturan yang direvisi melalui PP 29 Tahun 2024, dengan penambahan pasal berupa intensif pembebasan dana kompensasi TKA dan masa kerja TKA berlaku hingga 10 tahun dan dapat diperpanjang.
Terkait lamanya masa kerja TKA di IKN tersebut, Rendra mengatakan hal itu telah mempertimbangkan kebutuhan pembangunan IKN. “Sepuluh tahun itu dihitung dengan pertimbangan persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara serta penyelenggaraan pemerintah daerah khusus IKN,” katanya.
Keputusan pembebasan dana kompensasi TKA dalam aturan ini berada di bawah kewenangan Otorita IKN. Menanggapi hal ini, Rendra mengatakan pembebasan dana kompensasi akan melalui pemetaan yang ketat. Termasuk dalam proses perekrutan TKA, kata dia, Kemnaker akan berkoordinasi dengan Otorita IKN.
“Ini untuk memastikan pembangunan dan pengembangan IKN berjalan lancar dengan dukungan tenaga kerja yang terampil dan berdaya saing,” ujarnya.
Rendra menambahkan ketika menggunakan TKA, pelaku usaha harus mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA. Dia mengatakan sampai berita ini dimuat, belum ada perusahaan atau pengembang yang mengajukan penggunaan TKA di IKN.
“Berdasarkan database TKA on-line, sampai saat ini belum ada pengajuan pengesahan RPTKA dari pelaku usaha di IKN,” katanya.
Iklan
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, melihat aturan penggunaan TKA tersebut terlalu longgar. Menurut Tadjudin PP ini harus direvisi dengan penambahan pasal baru.
Sebab, dia mengatakan masa kerja TKA 10 tahun dan dapat diperpanjang terlalu lama. Dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya, TKA hanya bisa bekerja selama 2 tahun dan diperpanjang. “Kalau di Kawasan Ekonomi Khusus itu hanya lima tahun, ini malah terlalu lama dan merugikan tenaga kerja lokal,” katanya. Dia menyarankan harus ada pasal lebih lanjut yang membatasi masa kerja pekerja asing di IKN.
Dia mengatakan, harusnya penggunaan TKA di IKN bisa dihentikan ketika switch pengetahuan kepada tenaga kerja lokal berhasil dicapai. “Saya kira waktu 10 tahun ini terlalu lama, dan berpotensi menimbulkan double place ketika pendamping dari tenaga kerja lokal sudah bisa menguasai talent yang dibutuhkan,” katanya.
Soal pembebasan dana kompensasi penggunaan TKA, Tajudin menilai hal tersebut tidak bertentangan dengan aturan lain karena hanya berlaku di IKN. Namun demikian, Tajudin menilai harus ada pengawasan yang ketat agar TKA dipekerjakan di IKN bisa terkendali dan tidak merusak pasar tenaga kerja dalam negeri.
Untuk itu, dia menyarankan harus ada lembaga independen yang mengawasi Otorita IKN, mengingat kewenangannya dalam perizinan penggunaan TKA terlalu besar, dan beririsan dengan kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Meskipun tujuannya untuk mempercepat investasi di IKN, aturan soal penggunaan TKA ini harus ada yang mengawasi,” katanya.
Pilihan Editor: Massa Demo di Kawasan Patung Kuda: Katanya UU Cipta Kerja Datangkan Investasi, Ternyata Banyak Buruh Kena PHK